JAKARTA,-Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta,diminta supaya mengabulkan gugatan simpatisan dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tentang Surat Keputusan (SK) pengangkatan para Kepala Daerah dan pengurus partai PDIP, serta membatalkan kepemimpinan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri periode tahun 2024-2025.
Sebab PTUN Jakarta belum melaksanakan persidangan yang menggugat sah tidaknya kepemimpinan PDIP Megawati Soekarnoputri yang diperpanjang setahun hingga tahun 2025 tanpa melalui kongres. Kepemimpinan Megawati sesuai amanat kongres tahun 2019 hanya sampai dengan bulan Agustus 2024 dan kemudian diperpanjang hingga tahun 2025 secara sepihak. Sehingga kepastian hukum terkait kepemimpinan Ketua Umum DPP PDIP, masih dipertanyakan.
Para simpatisan PDIP menyampaikan, pengangkatan sepihak pengurus dan pimpinan atau Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai PDIP harus sesuai dengan aturan dan peraturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Oleh karena itu, gugatan terhadap pembatalan SK DPP PDIP yang saat ini berproses di PTUN Jakarta diharapkan agar segera diputuskan Majelis Hakim PTUN dengan amar putusan sebagai berikut:
Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya sebagaimana dituangkan dalam perkara Nomor 40/G/2025/PTUN/JKT yakni : Membatalkan AHU PDIP yang diterbitkan Kementerian Hukum dan HAM, (Kemenkumham). Menolak eksepsi tergugat seluruhnya, membebankan biaya perkara kepada tergugat. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Penggugat Anggiat BM Manalu SH, bersama simpatisan PDIP, di PTUN Jakarta, 27/2/2025.
Menurut Kuasa Hukum simpatisan atau kader PDIP, Anggiat BM Manalu, perkembangan sidang saat ini di PTUN masih tahap pemeriksaan persiapan kedua. Dalam persidangan tidak ada kendala dan hambatan, hanya saja ada sedikit perbaikan terkait penulisan dalam gugatan domisili prinsipal. Domisili prinsipal berada di Jawa Timur, tapi menurut Majelis Hakim PTUN tulisannya bukan domisili tapi tempat tinggal, hal itu sudah diperbaiki dan sidang diagendakan kembali pekan depan, ungkapnya.
Dalam keterangan Pern nya, Aman BM Manalu menambahkan, pihaknya optimistis PTUN akan membatalkan SK Kementerian Hukum dan HAM yang diterbitkan saat Menteri Hukum dan HAM dijabat Yasonna Laoly untuk mengesahkan perpanjangan masa bakti Megawati sebagai Ketua Umum PDIP hingga tahun 2025.
Yasona Laoly adalah kader PDIP, saat terbitnya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia DPP PDIP Masa Bakti 2024-2025. Sehingga ditengarai adanya konflik kepentingan atas terbitnya keputusan Menhumkam tersebut.
Kuasa Hukum Penggugat menambahkan, terkait para Kepala Daerah yang terpilih dari PDIP tahun 2024 dengan instruksi larangan Retret melalu surat DPP PDIP yang ditandatangan Megawati Soekarno Putri tanggal 27 Februari 2025, melarang sementara ke Magelang. “Dalam surat larangan tersebut tertulis Ketua Umum PDIP periode 2019-2024. Anggap saja surat itu benar, artinya menyatakan bahwa DPP PDIP yang sekarang ilegal, tapi saat ini sudah tahun 2025, namun dalam surat ini periode Ketua Umum tahun 2019-2024, sehingga tandatangan dan kepemimpinannya dianggap tidak sah,” ucapnya.
Sementara kader PDIP yang juga hadir di PTUN Jakarta, 27/2/2025 menambahkan, pihaknya berharap kepada pimpinan PDIP dan seluruh pengurus serta kader partai, supaya segera melakukan kongres PDIP, untuk kepastian pimpinan partai berlambang Banteng tersebut.
Empat kader atau simpatisan PDIP dengan menggunakan almamater berlambang moncong putih itu, mengatakan, kiranya PTUN mengabulkan permohonan gugatan kepengurusan DPP PDIP tersebut, ucapnya dengan mengucapkan Merdeka, Merdeka, Merdeka.
Terkait agenda persidangan di PTUN Jakarta, saat diminta tanggapannya tentang agenda persidangan nomor perkara 40 tersebut, Humas PTUN Jakarta Irvan Mawardi SH MH, mengatakan, “agenda persidangan masih tahapan pemeriksaan persiapan”, ucapnya saat dihubungi 27/2/2025.(MR)