Tangerang, Suara Bidik Keadilan Masyarakat
Demo buruh beberapa waktu lalu PHK merupakan salah satu sengketa yang muncul dalam hubungan ketenagakerjaan.
Dalam UU terkait, sejumlah alternatif penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial Keprihatinan Buruh, yang haknya tidak bisa dipenuhi oleh perusahaannya ketika terjadinya Pemutusan Hak Kerja (PHK). Saya sebagai buru yang ingin mencoba untuk menyelesaikan masalah ini. Bagaimana cara yang harus saya tempuh untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh rekan rekan buruh, yang sudah setahun lalu di PHK.
Kami meminta tanggapan dari Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Terkaid dengan Pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah tindakan mengakhiri hubungan kerja karyawan yang dilakukan oleh perusahaan, baik untuk waktu sementara maupun permanen. Aturan dalam melakukan PHK harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang mengaturnya. Dalam hal ini puhak buruh Bersama dengan serikat buruhnya telah mengadu ke Disnaker, Namun sangat di sayangkan Anjuran yang di keluarkan oleh Pihak DISNAKER, Tidaklah berdasarkan fakta dan atau berdasarkan kenyataan hal ini bisa kita lihat dalam Anjuran Nomor :567/5273-Disnaker/2023, Yang di keluarkan tanggal 5 Desember 2023. Lebih membingungkan lagi pada tanggal 27 September 2023 Pihak Perusahaan yang di wakili oleh kuasa hukumnya bersama dengan Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat membuat suatu ”SURAT KESEPAKATAN BERSAMA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL” di Disnaker, yang samgat merugikan buruh buruh yang terdampak PHK Sepihak.
Kami meminta tanggapan dari Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Terkaid dengan Pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah tindakan mengakhiri hubungan kerja karyawan yang dilakukan oleh perusahaan, baik untuk waktu sementara maupun permanen. Aturan dalam melakukan PHK harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang mengaturnya. Regulasinya dijelaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tak boleh melakukan PHK secara sepihak, melainkan harus ada perundingan terlebih dahulu. Apabila hasil perundingan yang sudah dilakukan tak menghasilkan persetujuan, maka perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh setelah adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Hal ini diatur dalam pasal 151 ayat 3 UU Ketenagakerjaan.
Berikut bunyi ketentuannya:
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Kesimpulannya, harus ada penetapan yang dikeluarkan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam melakukan PHK. Namun apabila perusahaan melakukan PHK tanpa adanya penetapan tersebut, maka PHK yang dilakukan batal demi hukum.
Kemudian, bagi perusahaan yang melakukan PHK tanpa mengikuti ketentuan hukum, maka wajib mempekerjakan Kembali pekerja tersebut. Hal ini tertulis dalam pasal 155 ayat 1 dan pasal 170 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Pasal 155 ayat 1:
“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”
Pasal 170:
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.” Selanjutnya, aturan untuk penyelesaian perkara PHK secara sepihak dijelaskan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial. Aturan ini dipertegas dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa:
“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.”
Apabila sudah ada kesepakatan mengenai PHK oleh perusahaan ataupun tenaga kerja berdasarkan musyawarah mufakat, maka wajib didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di mana para pihak mengadakan perjanjian bersama. Apabila Anda merupakan salah satu pekerja yang tak terima, maka Anda dapat melakukan perundingan untuk menyepakati uang pesangon atau permintaan dipekerjakan kembali. Korban PHK tanpa ada alasan masih punya kewajiban dan hak yang harus diperjuangkan. Selain itu, juga agar perusahaan tak semena-mena melakukan PHK.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan agar pihak yg berwewenang memperhatikan Nasib para Buruh yg terjolimin.
Sementara Regulasinya dijelaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tak boleh melakukan PHK secara sepihak, melainkan harus ada perundingan terlebih dahulu. Apabila hasil perundingan yang sudah dilakukan tak menghasilkan persetujuan, maka perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh setelah adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Hal ini diatur dalam pasal 151 ayat 3 UU Ketenagakerjaan.
Berikut bunyi ketentuannya:
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.” Kesimpulannya, harus ada penetapan yang dikeluarkan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam melakukan PHK. Namun apabila perusahaan melakukan PHK tanpa adanya penetapan tersebut, maka PHK yang dilakukan batal demi hukum.
Kemudian, bagi perusahaan yang melakukan PHK tanpa mengikuti ketentuan hukum, maka wajib mempekerjakan Kembali pekerja tersebut. Hal ini tertulis dalam pasal 155 ayat 1 dan pasal 170 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Pasal 155 ayat 1:
“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.” Pasal 170:
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.”Selanjutnya, aturan untuk penyelesaian perkara PHK secara sepihak dijelaskan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial. Aturan ini dipertegas dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa:
“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.”Apabila sudah ada kesepakatan mengenai PHK oleh perusahaan ataupun tenaga kerja berdasarkan musyawarah mufakat, maka wajib didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di mana para pihak mengadakan perjanjian bersama. Apabila Anda merupakan salah satu pekerja yang tak terima, maka Anda dapat melakukan perundingan untuk menyepakati uang pesangon atau permintaan dipekerjakan kembali. Korban PHK tanpa ada alasan masih punya kewajiban dan hak yang harus diperjuangkan. Selain itu, juga agar perusahaan tak semena-mena melakukan PHK.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan agar pihak yg berwewenang memperhatikan Nasib para Buruh yg terjolimin.( Mawar)